Kisah Portofolio Seni, Tulisan Pribadi, dan Gaya Hidup Saya

Kisah Portofolio Seni, Tulisan Pribadi, dan Gaya Hidup Saya

Di lembaran blog pribadi ini, aku menulis dengan gaya santai seperti chatting dengan teman lama. Aku ingin berbagi bagaimana portofolio seni, tulisan pribadi, dan gaya hidup saling merambat, menemu- kan satu sama lain di sisi-sisi keseharian. Kadang aku merasa aku bukan hanya perajin gambar atau penulis, melainkan kurator cerita yang mencoba menyatukan potongan-potongan kecil dari hari-hari yang lucu, membingungkan, dan sesekali menyentuh hati. Jika hidup adalah kanvas, aku belum tentu tahu finishingnya. Tapi setidaknya aku punya palet yang cukup berwarna.

Portofolio seni: lembaran-lembaran di dinding mana pun

Sejak dulu aku suka menyimpan karya-karya sebagai potongan-potongan perjalanan. Portofolio bukan sekadar galeri, melainkan catatan bagaimana mata berubah, bagaimana teknik berevolusi, bagaimana kehamilan ide menunggu momen tepat untuk lahir. Aku mulai dari sketsa murah di kertas catatan, lalu perlahan belajar memasukkan unsur warna, tekstur, dan eksperimen media. Di era digital, portofolio seringkali berpindah dari sketsa di buku kecil ke galeri online yang bisa diakses siapa saja. Aku suka menyusun urutan karya seperti cerita, bukan sekadar kumpulan gambar acak. Ada momen di mana aku melihat sebuah ilustrasi kecil dan sadar bahwa itu adalah versi awal dari karya besar berikutnya. Aku juga sering menyelipkan proyek kolaboratif: poster acara komunitas, zine kecil, atau ilustrasi untuk cerita pendek teman-teman. Itulah cara aku menyeimbangkan antara kebebasan ekspresi dan resistensi terhadap standar yang membosankan.

Ketika memamerkan portofolio, aku belajar bahwa cerita di balik gambar itu sama pentingnya dengan gambar itu sendiri. Warna cerah bisa mengajak orang tertawa, warna kusam bisa mengundang refleksi. Aku mulai menambahkan catatan kaki singkat tentang konteks, proses, atau bahkan kegagalan yang jadi pelajaran. Karena kalau cuma menunjukkan kemampuan teknis, ya itu-itu saja. Aku ingin orang melihat bagaimana aku bekerja, bagaimana rasa ingin tahu mendorongku untuk mencoba hal-hal baru—mencari keberanian untuk menghapus sesuatu yang tidak perlu dan menyisakan garis besar yang jujur. Dan ya, aku juga kadang merasa konyol setiap kali mengira bahwa portofolio adalah peringkat, padahal ia lebih mirip diary visual yang bisa dibolak-balik kapan saja.

Di saat kita semua sibuk dengan timeline, aku sering mampir ke sumber-sumber inspirasi untuk menghindari mold: lagu-lagu soundtrack, catatan lapangan saat mengamati lanskap kota, atau referensi desain yang simpel namun kuat. Kalimat-kalimat di buku catatan sering menjadi caption yang menyelip di tepi gambar. Dan kalau ingin jujur, aku suka ketika sebuah karya memicu tawa kecil di otak: membuatku sadar bahwa aku bisa menertawakan kekakuan diri sendiri. Kalau kamu penasaran, aku sering mencari referensi tidak di satu tempat saja. Misalnya, aku suka membaurkan gaya komik, lukisan abstrak, dan tipografi sederhana jadi satu paket yang punya ritme sendiri. Dan di tengah perjalanan, aku menemukan satu sumber inspirasi yang kadang aku ulang-ulang: akisjoseph, sebagai pengingat bahwa karya seni adalah dialog, bukan monolog panjang yang membosankan.

Tulisan pribadi: kata-kata yang kadang lari dari outline

Di samping gambar, aku punya kebiasaan menulis cerita pendek, esai reflektif, dan catatan harian yang sering berubah kutipan. Tulisan pribadiku lebih mirip diary digital ketimbang naskah akademik. Aku suka mengubah gaya bercerita: kadang santai, kadang puitis, kadang juga gantung-gantung. Tapi satu hal yang selalu kupakai: kejujuran. Aku ingin pembaca merasakan nyeri, tawa, dan kehangatan yang sama seperti saat aku menuliskannya. Maka aku menuliskannya tanpa terlalu banyak tata bahasa baku yang kaku; aku memilih nada yang dekat, seperti sedang ngobrol sambil ngopi. Aku percaya bahwa tulisan pribadi adalah jendela ke dalam bagaimana aku melihat dunia: cahaya pagi di jendela, debu halus yang menari di bawah lampu, dan secercah humor yang membantu kita tidak terlalu serius dengan hidup yang kadang penuh caos.

Ritme menulisku tak selalu rapih. Ada hari-hari ketika aku menunda-nunda karena rasa takut tidak cukup bagus, ada hari-hari ketika ide mengalir deras dan aku menuliskannya tanpa sensor. Seperti halnya seni visual, tulisan pribadi tumbuh melalui percobaan—memakai kata-kata yang kadang terasa nakal, kadang sensitif, tapi selalu autentik. Aku juga belajar bahwa sebuah tulisan tidak perlu panjang untuk terasa penting; kadang satu paragraf pendek bisa memateri inti pikiran lebih tajam daripada halaman berlebar-lembar kata. Suatu sore, aku menulis tentang bagaimana aku belajar merawat diri sambil tetap ambisius, dan pembaca memberi komentar bahwa suara perasaan itu terasa nyata. Itulah kekuatan menulis bagiku: membuat orang merasa mereka tidak sendirian di dalam kamar yang berdebu kata-kata.

Gaya hidup saya: ritme pagi, teh sore, dan kisah-kisah kecil yang bikin hidup ramai

Pagi hari bagiku adalah ritual: secangkir kopi yang tidak selalu enak, sedikit dilatih dengan suara radiator, lalu aku menatap kanvas atau layar untuk memulai hari. Aku lebih suka suasana sederhana: meja kerja bekas, lampu kuning temaram, dan puluhan crayon yang menyimpan cerita tentang bagaimana hari itu akan berjalan. Aku mencoba membangun gaya hidup yang seimbang antara pekerjaan kreatif dan waktu istirahat. Olahraga ringan, jalan-jalan sore di dekat rumah, dan merekam momen kecil dengan kamera atau ponsel membuat hari terasa lengkap. Aku tidak selalu punya rencana besar; kadang, pertemuan dengan teman lama di kafe kecil bisa memicu ide-ide baru untuk gambar, tulisan, atau proyek kolaborasi. Aku juga belajar mengatakan tidak pada hal-hal yang memudarkan semangat, menjaga energi agar tetap cukup untuk hal-hal yang benar-benar penting: membuat karya, menuliskan refleksi, dan menghabiskan waktu dengan orang-orang yang bikin hidup terasa layak.

Harapan dan langkah ke depan: rencana kecil yang bikin hari lebih berarti

Kedepannya aku ingin portofolio dan tulisanku saling merangkul lebih erat: menggabungkan karya visual dengan potongan tulisan menjadi paket pengalaman yang utuh. Aku ingin memperluas jaringan dengan teman-teman kreatif dari berbagai disiplin: ilustrator, fotografer, penulis, perancang, dan musisi. Aku juga ingin memperhatikan gaya hidup yang lebih berkelanjutan: mengurangi limbah kertas dengan sketsa digital yang penuh rencana, menjaga waktu untuk istirahat, dan tetap menulis sambil berlibur singkat agar mata tidak jemu. Lebih dari semua itu, aku ingin tetap jujur pada suara yang muncul di dalam diri, meski kadang itu berarti memilih jalan yang tidak selalu ramai. Kalau ada yang bertanya bagaimana menggabungkan tiga elemen ini, jawabannya sederhana: dengan konsistensi, rasa ingin tahu, dan sedikit humor yang bikin kita tidak terlalu serius saat melangkah lewat hari-hari kita.