Studio Kecil, Kata-Kata Besar: Portofolio Seni dan Catatan Hidup
Aku selalu percaya bahwa ukuran ruang tidak menentukan besarnya cerita yang bisa lahir di dalamnya. Studio kecilku di lantai tiga, dengan jendela yang menghadap ke gang sempit, adalah tempat di mana cat menumpuk di siku-siku meja, dan kertas-kertas tua berkumpul seperti teman lama. Di sinilah portofolio seni tumbuh perlahan, diselingi tulisan-tulisan pendek yang kubiarkan menempel di dinding, sebagai catatan hidup yang kadang lucu, kadang getir.
Mengapa portofolio terasa seperti rumah?
Portofolio bukan sekadar koleksi gambar atau foto. Bagiku, ia adalah peta perjalanan—titik-titik warna yang menandai kesalahan, percobaan, dan keberanian. Ketika membuka folder lama, aku melihat bukan hanya teknik yang berkembang, tetapi juga fase hidup yang kutinggalkan. Ada lukisan yang mengingatkanku pada pagi hujan ketika aku baru pindah kota. Ada sketsa yang terinspirasi dari percakapan malam dengan seorang teman yang sudah lama hilang. Semua itu membentuk sebuah narasi personal.
Menyusun portofolio juga mengajari aku merapikan memori. Menyortir karya berdasarkan tema atau kronologi seringkali menjadi alasan untuk merenung. Kadang aku menyisihkan satu lembar karena takut orang lain menilai. Kadang juga aku memasukkan yang paling jelek, karena itulah yang paling jujur. Portofolio yang baik, menurutku, memberi ruang untuk keindahan dan kegagalan. Keduanya penting.
Bagaimana tulisan pribadi mengikat karya visual?
Di sebelah meja kerja, selalu ada buku catatan kusam. Pulpen dan catatan kecil itu tak pernah jauh. Menulis membuat aku melihat karya dari sudut berbeda. Satu sketsa bisa menimbulkan cerita pendek. Satu sapuan warna bisa menjadi metafora untuk perasaan yang sulit diungkapkan. Tulisan-tulisan itu berfungsi sebagai jembatan antara apa yang kulihat dan apa yang kurasakan.
Aku mulai menaruh beberapa esai mini dan narasi singkat di samping lukisan saat memajang portofolio. Pembaca yang beruntung akan membaca keduanya: gambar dan kata. Mereka saling memperkaya. Kata-kata memberi konteks, menjelaskan kompromi atau kegelisahan yang melahirkan sapuan kuas, sementara lukisan memberi ruang imajinasi yang tak terbatas. Menulis juga melatih ketulusan; ketika menuliskan proses, aku tak bisa lagi pura-pura. Keterbukaan itu kadang membuat karya terasa lebih hidup.
Rutinitas kecil yang ternyata besar dampaknya
Pagi hari, aku selalu membuat kopi. Lalu duduk, menatap satu kanvas yang malam sebelumnya belum selesai. Kegiatan itu sederhana. Singkat. Tapi konsistensi melakukan hal kecil ini mengubah banyak hal. Aku tidak selalu produktif sepanjang hari. Ada hari-hari ketika pena tak mau bergerak dan cat terasa hambar. Itu wajar. Yang penting adalah kembali lagi ke meja, kembali menata palet, kembali menulis satu kalimat pendek—cukup untuk memulai.
Dalam rutinitas itulah lifestyle berkarya terbentuk. Bukan gaya hidup glamor, melainkan disiplin yang lembut. Tidur cukup. Jalan kaki sore. Mengumpulkan inspirasi dari pasar tradisional atau kafe kecil di sudut kota. Menjaga hubungan sosial juga bagian dari proses kreatif; obrolan ringan sering membuka pintu ide baru. Kehidupan sehari-hari yang sederhana memberi materi untuk karya yang nyata dan dekat dengan orang lain.
Apa arti “sukses” dalam seni bagiku?
Jika ditanya apa definisi sukses, aku akan menjawab dengan dua kata: keberlanjutan dan kejujuran. Keberlanjutan—karena aku ingin terus berkarya, meski tidak selalu mendapat pengakuan besar. Kejujuran—karena karya yang lahir dari kepura-puraan tidak akan bertahan lama di hatiku, apalagi di hati orang lain. Ada kebanggaan tersendiri ketika seseorang membaca tulisanku lalu mengatakan, “Ini membuatku merasa tidak sendiri.” Itu adalah pengakuan yang lebih berharga daripada piala atau jumlah like yang banyak tapi kosong.
Aku punya situs kecil tempat menaruh beberapa karya dan tulisan, bukan untuk pamer tapi sebagai arsip kecil yang bisa dikunjungi kapan saja. Untuk yang ingin melihat, pernah kubagi beberapa koleksi di akisjoseph, sebagai catatan perjalanan yang terus diperbarui. Menonton karya sendiri berkembang dari waktu ke waktu memberi perspektif yang menenangkan; itu menunjukkan bahwa kita sedang bergerak, walau lambat.
Studio kecilku mungkin sempit, tetapi kata-kata yang lahir di dalamnya seringkali besar. Mereka menuntun tangan saat memegang kuas dan memberi suara pada kanvas yang bisu. Portofolio seni, tulisan pribadi, dan gaya hidup berkarya—ketiganya saling mengikat, membentuk identitas yang utuh. Dan aku, di sini, terus menulis, melukis, dan menata hidup yang sederhana ini menjadi sesuatu yang punya makna.